Resensi Novel BUMI Karya TERELIYE


·         Identitas Buku
Judul                           : Bumi
Penulis                         : TereLiye
Desain sampul             : eMTe
Colouring                    : eMTe
Bahasa                         : Indonesia
Penerbit                       : PT Gramedia Pustaka
Alamat                        : Gedung Gramedia Blok I, Lt. 5. Jl. Palmerah Barat 29-33, Jakarta 10270
Telp                             : (021) 53650111
Fax                              : (021) 5360315
Email                           : @gramediapublishers.com
Website                       : www.gramediapustakautama.com
Halaman                      : 440 halaman
Ukuran                        : 13 cm x 21 cm
Tebal buku                  : 20 cm
Tahun Terbit               : 2014
ISBN                           : 978-602-03-0112-9
Harga                          : Rp88.000,00

·         Sinopsis
Namaku Raib, biasa dipanggil Ra. Aku anak tunggal perempuan. Waktu usiaku dua tahun, aku suka sekali bermain petak umpet. Aku sungguh tidak menyadari saat itulah pertama kali kekuatan itu muncul. Kekuatan yang tidak pernah berhasil aku mengerti. Aku tinggal menutupi wajahku dengan kedua telapak tangan, maka seketika, tubuhku tidak terlihat. Ali, temanku. Mulai curiga bahwa aku bisa menghilang.
Hal pertama ketika aku sampai rumah adalah melongok kesana kemari. Biasanya dua kucingku sudah riang menyambutku. Tapi tadi yang loncat dari pintu hanya si putih, kemana si hitam? aku menghela napas kecewa. Aku tidak menemukan si hitam dirumah.
Pagi sekali, jam beker alami rumah kami, mama sudah  berteriak-teriak membangunkan aku dan papa untuk sarapan lalu papa mengantarku ke sekolah. Aku berlari-lari kecil melewati lapangan sekolah yang masih sepi menuju X-9.
“Si hitam sudah ketemu?” itu bukan suara Seli,itu suara Ali. Bagaimana Ali tahu si hitam menghilang?
Aku tiba dirumah sesuai jadwal, Seli kerumahku jam tiga sore untuk belajar bersama. Pukul setengah tiga persis bel rumah berbunyi nyaring. Bukan Seli yang datang, tapi miss Selena guru matematika ku yang biasa ku sebut miss keriting. Ia mengantarkan buku pr matematika ku kerumah sore ini. Kenapa tidak besok disekolah ? miss keriting juga mengatakan kalimat terakhirnya yang sulit kupahami.
Pukul sepuluh malam, aku masih termangu menatap jerawatku. Saat telunjukku terarah sempurna ke jerawat, lihatlah! Jerawat di jidat ku sungguh menghilang. Aku menuju cermin, ada sosok tinggi kurus telah duduk dalam cermin. Astaga, aku sungguh tidak percaya apa yang kulihat. Itu kucingku, si hitam, berada di pangkuan sosok yang berada dalam cermin.
***
          Pelajaran sekolah terakhir adalah bahasa inggris, Mr. Theo menyuruh mengeluarkan kertas untuk ulangan. Aku meringis, tinta bolpoin ku habis, aku bergegas mengambil bolpoin cadanganku di tas. Ada bolpoin biru di tasku, tetapi rusak. Bolpoin itu ada sesuatu, ternyata Ali memasukkan benda percobaannya untuk mengetahui kegiatanku. Pantas saja dia tahu kalau si hitam hilang, dan  mungkin Ali tahu apa saja yang aku perbuat.
          Siang itu, cerita berbelok tajam. Terdengar suara meletup dari gardu listrik. Aku dan Seli berteriak panik. Seli menangkap kabel listrik yang hampir menimpa kami dan dilemparkan ke tembok lalu Ra mengucapkan “Hilanglah!” menunjuk tiang listrik, lalu hilang. Aku kaget, Seli menangkap kabel listrik tanpa tersengat? Begitu juga Seli yang bingung melihatku menghilangkan tiang listrik. Setelah kejadian itu, Ali datang. Mengajak aku dan Seli ke Aula supaya tidak di tanya tanyakan orang sekitar, karena mulai berdatangan. Kami istirahat sejenak, lalu dari dinding sebrang terlihat lubang yang semakin lama membesar. Terdengar suara  gelembung meletus pelan “Halo, Gadis kecil”
          Gelap sesaat, tiba tiba aku berada di kamarku, Seli dan Ali juga bingung sekali. Astaga! Ini bukan kamarku. Aneh sekali. Aku bertemu tiga orang di ruangan itu. Suaminya bernama Ilo, istrinya bernama Vey, dan anaknya bernama Ou. Tapi aneh, hanya aku yang mengerti bahasa tiga orang itu. Seli dan Ali tidak mengerti. Ilo bilang kami berada di Kota Tishri.
          Ilo mengantar aku, Seli dan Ali ke kamar untuk istirahat. Ali mencoba salah satu pakaian berbentuk jaket dan lengket, lalu mengecil dengan cepat. Seperti pakaian Tamus. Seli teringat dengan buku matematika Ra, mungkin kita bisa kembali dengan buku matematika Ra, tapi kini buku matematika itu hanya buku biasa, stiker bulannya tidak mengeluarkan cahaya lagi.
***
          Esok paginya, aku, Seli dan Ali diajak ke ruang makan untuk sarapan bersama dan berbincang-bincang dengan keluarga Ilo. Ilo mengatakan, ia menemukan flasdisk, peniti, kancing yang menurut Ilo itu benda aneh yang ia temukan di kamar Ou. Itu benda yang aku hilangkan pada malam sebelumnya.
          Ilo akan mengantar kami untuk pulang lewat lorong berpindah. Untuk menjawabnya, kita harus ke perpustakaan sentral untuk menemui Av. Kakek dari kakek-kakeknya Ilo. Setelah itu, banyak kejadian. Kami dikejar-kejar pasukan bayangan dan akhirnya kami menuju rumah peristirahatan Ilo, Karena tempat paling aman. Vey dan Ou sudah menunggu cemas.
          Setelah beberapa hari di rumah peristirahatan Ilo. Av dan Tog datang dari perapian yang tidak terasa panas Karena bubuk yang ditaburkan Av. Tog adalah penolong Av, Av tidak bisa bertahan menahan lawan kalau tidak ada Tog. Apalagi Av sudah tua. Ilo datang dari kamarnya lalu bertanya, Av datang dari mana? lalu diceritakan oleh Av.
          Tog adalah panglima timur pasukan bayangan. Dalam perbincangan di meja makan, Av berkata “Situasi tower sentral buruk sekali, sebagian gedung runtuh, dan miss Selena berada di salah satu ruang, tubuhnya mengenaskan”.
Mendengar perbincangan itu, Ra, Seli, dan Ali memutuskan ke perpustakaan sentral tanpa sepengetahuan Ilo dan orang-orang dirumah. Kami melewati perapian menuju perpustakaan sentral dan akhirnya sampai. Banyak kejadian yang kami lewati di perpustakaan sentral. Salah satunya Ali berubah menjadi beruang dan melawan Tamus. Akhirnya Tamus kalah lalu membawa buku kematian ke lorong gelap menuju penjara bayangan di bawah bayangan.
Av menoleh kepadaku, “Apa?” tanyanya. Yang lain ikut menoleh. “Aku lupa memberitahumu, Tamus membawa buku kematian kelorong gelap tadi. Bagaimana kalau buku itu dikuasai oleh si Tanpa Mahkota. Bukankah itu berbahaya?”

Keunggulan                 : Cover menarik dan bahasanya mudah dipahami.
Kekurangan           : Beberapa kalimat susah dimengerti, ada beberapa kata penulisannya salah (typo)
Simpulan                     : Novel ini cocok untuk pecinta novel fiksi.

Comments

Popular Posts